IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN KEUANGAN
DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan manajemen moneter dan akuntabilitas pelaksanaan moneter dan faktor yang mempengaruhi di Provinsi Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini adalah: pertama, penerapan kebijakan moneter manajemen dan moneter akuntabilitas tidak mengalami kendala berarti. Tapi dalam kasus penerapan prinsip transparansi APBD yaitu, Akuntabilitas dan efisien tidak optimal. Kedua: faktor-faktor yang berpengaruh terhadap APBD pelaku implementasi adalah komunikasi, tidak ada perintah untuk menghapus lebih rinci, sumber daya faktor yang kurang fasilitas perangkat lunak computer aplikasi, dan birokrasi faktor struktur yang panjang birokrasi pencairan dana dan kurangnya dari Pengawas, independensi kurang dan obyektivitas.
A. PENDAHULUAN
Semenjak terbitnya Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 tentang pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah, serta tata cara penyusunan APBD, pelaksanaan tata usaha keuangan daerah dan penyusunan perhitungan APBD, terjadi perubahan mendasar dalam pengelolaan keuangan daerah. Salah satu perubahan tersebut adalah adanya anggaran berbasis kinerja dan hilangnya klasifikasi anggaran rutin dan pembangunan. Pemerintah Propinsi Jawa Tengah sebagai salah satu pemerintah daerah di Indonesia, dalam rangka menindaklanjuti Kepmendagri tersebut telah menerbitkan SK Gubernur Nomor 105 Tahun 2002 dan diperbaharui dengan Nomor 120 tahun 2003 tentang Pedoman penatausahaan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah propinsi Jawa Tengah. Dalam SK Gubernur tersebut diatur hal-hal pokok sebagai berikut : 1) Pedoman umum, 2) Tahap Persiapan Pelaksanaan APBD, 3) Tahap pelaksanaan APBD, 4) Tahap pengendalian pelaksanaan APBD, 5) Perubahan APBD dan 6) Perhitungan APBD.
Dalam pedoman umum angka tiga huruf a, diatur tentang prinsip pelaksanaan APBD, antara lain : hemat, tidak mewah, efisien, efektif terarah, terkendali, transparan dan akuntanbel. Permasalahan yang dihadapi adalah implementasi prinsip pelaksanaan APBD tersebut belum optimal.
Tabel. 1.
Indikasi Penyimpangan Pengelolaan Keuangan Daerah
Propinsi Jawa Tengah.
No
|
Kasus
|
Indikasi
|
Sumber
|
1
|
Dugaan Korupsi APBD 2003 oleh DPRD periode 1999-2004. Tentang :
· Biaya Kegiatan khusus
· Dana sarana khusus
· Anggaran Rumah Tangga
|
-Tidak Transparan
-Tidak Akuntabel
-Tidak efisien
|
Suara Merdeka,
27/6/2004
|
2
|
Pembayaran Gaji Dobel bulan September Anggota DPRD periode 1999-2004 dan 2004 – 2009
|
- Tidak efisien
- pemborosan
|
Wawasan,
2/9/2004
|
3
|
Asuransi asset pemprov Jawa Tengah kepada PT. Asuransi Bangun Askrida
tanpa melalui pelelangan
|
- Tidak Transparan
|
Radar Semarang,
4/12/2004
|
4
|
Pemberangkatan Haji Abidin (atas biaya dinas) kepada pejabat dan anggota DPRD Prop. Jawa Tengah
|
- Tidak efisien
- pemborosan
|
Suara Merdeka,
7/12/2004
|
5
|
Anggaran pakaian Gubernur dan Wagub yang mencapai 94 Milyar
|
-Tidak efisien
-pemborosan
|
Suara Merdeka,
4/12/2004
|
Sumber : Radar, Wawasan dan Suara Merdeka (data diolah)
Bertolak data di atas, maka penelitian akan melihat bagaimana pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah dan faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut. Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mendiskripsikan pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah di Propinsi Jawa Tengah dan untuk mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan tersebut. Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran sebagai masukan bagi pemerintah Propinsi Jawa dalam rangka perbaikan pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan dan sebagai bahan masukan bagi penelitian selanjutnya.
Teori yang mendasari penelitian ini adalah Good Governance, Good Financial Governance, Manajemen Keuangan Daerah dan konsepkonsep Implementasi Kebijakan. Konsep Good Governance merupakan wacana yang relative baru bagi bangsa Indonesia. Konsep ini merupakan konsep mutakhir yang diimpor dari luar, dan diperkenalkan di Indonesia oleh lembaga-lembaga donor. Terdapat beberapa lembaga yang mencoba memberikan defenisi konsep Good Governance, antara lain world Bank, ADB dan UNDP.
World Bank mengusung tiga indikator yang perlu diperhatikan dalam good governance, yaitu (1) bentuk rejim politik, (2) proses dimana kekuasaan digunakan dalam manajemen manajemen sumber daya sosial dan ekonomi bagi kepentingan pembangunan, (3) kemampuan pemerintah untuk mendesain, memformulasikan, melaksanakan kebijakan, dan melaksanakan fungsi-fungsinya. (Sulistiyani : 2004 :22). Sementara itu ADB (Asian Development Bank) mengartikulasikan empat elemen penting dari good governance yaitu : Accountability, participation, predictability, dan tranparency. Sedangkan UNDP memberikan definisi lebih ekspansif bahwa good governance meliputi pemerintah, sektor swasta, dan civil society. UNDP menyebutkan enam indicator kesuksesan good governance yaitu : (1) mengikutsertakan semua, (2) transparan dan bertanggungjawab, (3) efektif dan adil, (4) menjamin adanya supremasi hukum, (5) menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsensus masyarakat, dan (6) memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan. Good governance merujuk pada tiga pilar yaitu : public governance merujuk pada lembaga-lembaga pemerintah, corporate governance merujuk pada pihak swasta/dunia usaha, dan civil society merujuk kepada masyarakat madani. Untuk mewujudkan good governance, upaya pembenahan pada salah satu pilar harus dibarengi dengan pembenahan berbagai pilar lainnya secara serentak dan seimbang. Sedangkan ciri utama dalam good governance adalah acountability, participation, dan transparency. Salah satu elemen penting dalam rangka perwujudan good governance adalah adanya pengelolaan keuangan yang baik (Good Finacial Governance). ADB memberikan indikator ataupun prinsip-prinsip good financial governance yaitu :
(1) transparency of financial reporting
(2) Reliability of finacial reporting
(3) Accounting & auditing standards
(4) strength of the accounting and auditing profession
(5) Legal and regulatory framework
Sementara itu Saragih (2003 : 121) mengemukakan terdapat lima prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan publik yaitu : (1) Transparansi, (2) Efisien, (3) Efektif, (4) Akuntabilitas dan (5) Partisipatif. Konsep good financial governance juga mengilhami dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurut Mardiasmo (2002 : 105) terdapat prinsipprinsip utama yang mendasari pengelolaan keuangan daerah. Prinsip-prinsip tersebut adalah transparansi, akuntabilitas, dan Value for money.
Sementara itu World Bank dalam Mardiasmo (2002 : 106) menetapkan prinsip-prinsip pokok dalam penganggaran dan manajemen keuangan daerah, antara lain : (1) Komprehensif dan disiplin, (2) Fleksibilitas, (3) terprediksi, (4) Kejujuran, (5) Informasi dan (6) Transparansi dan akuntabilitas. Untuk dapat menerapkan konsep-konsep yang telah diuraian di atas, perlu diterjemahkan dalam sebuah kebijakan. Dan kebijakan akan memberikan dampak ataupunImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) hasil, apabila kebijakan itu diimple-mentasikan. Menurut Webster Dictionary (Wahab : 1997 : 64) to implement berarti to provide the means for carrying out, to give pratical effect to.
Sementara itu Van Meter dan Horn mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai “those actions by public or private individuals (or groups) that are directed at achievement of objectives set forth in prior policy decisions.
Teori yang mengkaji implementasi kebijakan diberikan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn. Implementasi kebijakan akan berjalan sempurna, diperlukan persyaratan tertentu, yaitu : a) kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau kendala yang serius, b) untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai, c) perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia, d) kebijakan yang diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan kausalitas andal, e) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnya, f) hubungan saling ketergantungan harus kecil, g) pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan, h) tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat, dan j) pihakpihak yang mewakili wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Van Meter dan Van Horn mengembangkan model implementasi kebijakan yang terdiri dari enam variabel, yaitu : 1) standar dan sasaran kebijakan, 2) Sumber daya kebijakan, 3) komunikasi antar organisasi, 4) karakteristik badan pelaksana, 5) kondisi sosial ekonomi dan politik, 6) sikap implementor. Sementara itu Mazmanian dan Sabatier menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan fungsi dari tiga ariabel yaitu : 1) karakteristik masalah, 2) struktur manajemen program yang tercermin dalam berbagai macam yang mengoperasionalkan kebijakan, 3) Faktor-faktor diluar peraturan. Sedangkan George C. Edward III, menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berhubungan, yaitu : a) komunikasi, b) sumber daya, c) disposisi dan d) struktur birokrasi. Dalam penelitian ini, teori yang menjadi acuan utama adalah Teori Implementasi kebijakan dari George C. Edward III, dengan fokus penelitian pada tiga variable utama yaitu : komunikasi, sumber daya dan struktur birokrasi. Sedangkan pendekatan penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif yang bersifat menerangkan fenomena yang diteliti. Data dalam penelitian ini terdiri : 1) data primer, yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan. 2) data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen, laporan dan buku-buku yang mendukung data. Sementara instrument penelitian adalah peneliti sendiri,dengan dilengkapi panduan wawancara kepada key person untuk memperoleh data yang diperlukan. Informan yang dipilih dalam penelitian ini adalah a) pejabat dari Biro Keuangan Propinsi Jawa Tengah, b) Kasubag Keuangan/pemegang kas pada Unit Kerja, c) pejabat pemeriksa pada Badan Pengawas Propinsi Jawa Tengah. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam rangka penelitian adalah sebagai berikut : 1) wawncara mendalam, yaitu melakukan wawancara kepada informan yang terlibat langsung dan mengetahui pelaksanan kebijakan tersebut, 2) Pengamatan langsung, yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan dan mengamati secara langsung pelaksanaan kebijakan dimaksud. Analisis data yang digunakan adalah analisis taksonomis yaitu bentuk analisis yang lebih rinci dan mendalam dalam membahas suatu tema atau pokok permasalahan. Dimana domaian atau bidang yang ditonjolkan perlu dilacak secara mendalam dan terinci struktur internalnya.
B. PEMBAHASAN
1. Implementasi Kebijakan
Dari hasil wawancara dengan informan terungkap bahwa secara proses implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah PropinsiJawa Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari tahapan pelaksanaan yang berjalan tanpa ada kendala yang berarti. Namun dalam implementasi prinsipprinsip pelaksanaan APBDImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) masih belum optimal, yaitu prinsip transparansi, akuntabilitas dan efisiensi.
a. Transparansi
Pelaksanaan prinsip transparansi belum optimal, karena masih adanya pengadaan barang dan jasa yang diatur terlebih dahulu pemenangnya. Hal ini diungkapkan oleh seorang Auditor di Bawas: “ nggak ada itu yang namanya transparan. semuanya sudah di atur. di antara kontraktor sendiri sudah sepakat.. bahwa itu proyek ini maka pemenang ini.. sedangkan untuk proyek lain pemenangnya yang itu.. kayak arisan.. jadi semua prosedur itu Cuma formalitas aja… semua sudah di atur”
b. Akuntabilitas
Dalam pelaksanaan prinsip akuntabilitas juga belum berjalan optimal, karena pembuatan SPJ banyak rekayasa dan belum mencerminkan penggunaan dana yang sebenarnya. Hal ini dapat dibaca dari jawaban informan berikut ini : “ Yang namanya SPJ ataupun laporan itu kan di atas kertas mas.. jadi ya dapat di atur-atur mas… apa sih yang nggak bisa diatur di Indonesia ini… kalau menurut saya akuntabilitas itu. Ya penggunaan dana yangbenar secara prosedur, benar secara administrasi dan secara fisik barang yang di beli itu ada… dan itu bisa dibuktikan dengan
pemeriksaan… kalau Cuma lihat SPJ ya jelas bagus-bagus..”
c. Efisien
Dalam pelaksanaan prinsip efisien juga belum berjalan secara optimal, karena masih banyak pengadaan barang dan jasa yang di mark up harganya. Selain itu terdapat pula pengadaan
yang fiktif. Berikut petikan jawaban dari seorang informan. Temuan kami yang terbanyak itu.. ya mark up harga.. jadi menurut pendapat saya prinsip efisiensi itu belum dilaksanakan… memang betul ada standar harga.. tapi banyak harganya kadangkala jauh di atas harga di luaran bahkan mungkin dapat dua… dan tidak seluruh barang itu ada harga standarnya”
2. Komunikasi
Dalam faktor komunikasi terdapat hal-hal sebagai faktor pendorong, maupun faktor penghambat terhadap implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah. Faktor pendorong tersebut adalah 1) adanya sosialisasi, 2) penyampaian informasi yang berjalan lancar, 3) adanya keragaman dalam saluran komunikasi, 4) terdapat konsistensi dalam penyampaian pesan/perintah kebijakan. Sedangkan faktor penghambat adalah belum ada aturan yang secara rinci menjelaskan prinsip-prinsip pelaksanaan APBD, beserta aturan pelaksanaannya. Sumber Daya Dalam faktor sumber daya juga terdapat hal-hal sebagai faktor pendorong, dan hal-hal sebagai faktor penghambat. Adapun hal-hal sebagai faktor pendorong adalah 1) adanya sumber daya staf yang cukup memadai, 2) Adanya informasi yang cukup dan lancar, 3) adanya fasilitas pendukung seperti ruangan ber-AC, meja kursi, ATK dll. 4) adanya usahauntuk mengembangkan sumber daya manusia ke depan.Sedangkan faktor penghambatnya adalah belum adanya aplikasi software computer untuk pembuatan RASK, DASK, SPJ dsb.
3. Struktur Birokrasi
Selain dua faktor di atas, faktor lain yang berpengaruh adalah faktor struktur birokrasi. Dalam faktor ini juga terdapat faktor pendorong dan faktor penghambat. Adapun faktor pendorongnya adalah 1) adanya kejelasan pembagian kewenangan antar pelaksana kebijakan. 2) adanya kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan, 3) adanya kerja sama yang terjalin antar pelaksana, 4) adanya koordinasi yang baik antar instansi pelaksana. Sedangkan faktor penghambatnya adalah pertama, adanya jalur birokrasi yang terlalu panjang dalam pencairan dana pengisian kas (PK), kedua Struktur Bawasda yang berada di bawah Gubernur tidak memungkinkanImplementasi Pengelolaan Keuangan Daerah (Maryono, Y. Warella, Kismartini) bawasda bersikap obyektif dan independen dalam melakukan pemeriksaan.
C. PENUTUP
1. Simpulan
Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan, maka dalam tulisan ini dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan keuangan daerah Propinsi Jawa Tengah berjalan cukup lancar. Hal ini dapat dilihat dari proses tahapan pelaksanaan yang tidak mengalami kendala yang berarti. Namun dalam implementasi prinsip-prinsip pelaksanaan APBD masih berjalan belum optimal.Ketidaktransparanan itu dapat dilihat dari pengaturan pemenang tender. Sedang dari prinsip akuntabilitas adalah banyaknya pembuatan SPJ yang direkayasa. Sedangkan dari sudut efisiensi adalah masih adanya mark up harga dalam pengadaan barang dan jasa, bahkan pengadaan fiktif walaupun prosentasenya kecil.
b. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan pengelolaan keuangan daerah propinsi Jawa Tengah adalah komunikasi, sumberdaya, struktur birokrasi. Faktor komunikasi, hal yang paling menghambat adalah belum adanya aturan penjelas yang rinci tentang pelaksanaan prinsip-prinsip APBD. Faktor sumber daya, hal yang dirasakan cukup menghambat adalah tidak tersedianya software aplikasi komputer. Sedangkan faktor struktur birokrasi, hal yang paling menghambat adalah panjangnya birokrasi dalam pencairan dana dan kurang objektif dan indpendensi badan pengawas.
2. Saran
Dari simpulan di atas, maka saran yang penulis ajukan adalah :
a. Perlu diterbitkan aturan penjelas yang memberikan penjelasan lebih rinci tentang prinsipprinsip pelaksanaaan APBD, beserta aturan pelaksanaannya
b. Perlu dibangun system aplikasi komputer, dalam rangka pembuatan RASK, DASK, SPJ dan laporan lainnya.
c. Dalam rangka memperpendek birokrasi pencairan dana, maka perlu dikurangi waktu verifikasi SPJ, atau menggabungkan Bagian Verifikasi dengan Bagian Perbendaharaan.
d. Perlu kiranya, dipikrkan agar struktur Bawasda tidak berada di bawah Gubernur, tetapi menjadi badan otonom.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 1997. Analisa Kebijaksanaan dari formulasi ke Implementasi kebijakan negara. Jakarta : PT. Bumi Aksara